ASI DAN AYAH MILENIAL
November 03, 2022Oleh : dr.Aslinar, Sp.A, M.Biomed
Sekarang
ini kita hidup di zaman yang disebut era milennial. Apa sebenarnya pengertian milennial?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), milennial adalah berkaitan dengan
generasi yang lahir di antara tahun 1980-an dan 2000-an. Kehidupan generasi
yang tidak dapat dipisahkan atau dilepaskan dari teknologi informasi, terutama
internet. Nah bagaimana halnya dengan proses pemberian ASI atau menyusui di era
millennial ini?
Saat ini informasi seputar Air Susu
Ibu (ASI) dan menyusui banyak bertebaran di internet termasuk di media sosial.
Berbagai informasi dengan mudah bisa diakses. Tinggal kita pilah pilih saja mana
yang benar dan tentu saja harus sesuai dengan pendapat para ahli di bidang ini.
Di era milennial ini, kesadaran akan pentingnya menyusui dan ASI sebagai
makanan terbaik bagi seorang bayi makin meningkat. Hal tersebut terlihat dari
mulai bermunculan berbagai organisasi ataupun lembaga atau komunitas yang
bergerak di dunia per-ASI-an. Antusiasme juga ditampakkan dari keikutsertaan
para ibu hamil dan menyusui untuk hadir di setiap kegiatan tersebut baik berupa
kelas edukasi menyusui, maupun seminar seputar ASI dan menyusui.
Selain antusiasme mencari ilmu, saat ini bukan hal
yang aneh melihat para ibu muda membawa tas kecil untuk keperluan memompa ASI
saat bekerja. Sudah banyak tersedia berbagai jenis pompa ASI dengan berbagai
ragam model serta harganya. Ibu bisa tetap memerah ASI walaupun sedang berada
di perkantoran ataupun saat sedang bepergian dan berjauhan dengan bayinya,
walaupun menyusui langsung (direct
breastfeeding) jauh lebih disarankan dan karenanya menjadi bagian utama
dari hirarki pemberian makanan dan minuman pada bayi.
Ruang laktasi juga mulai terlihat di beberapa tempat
baik itu di bandara, rumah sakit, dan sebagian kecil di kegiatan seminar
(biasanya yang berhubungan dengan ASI). Dalam Undang Undang No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan Pasal 3 disebutkan bahwa penyediaan
fasilitas khusus menyusui diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum. Selanjutnya Peraturan
Pemerintah no. 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, pada pasal 30,
31, 32 disebutkan tentang tempat kerja dan sarana umum harus mendukung program
pemberian ASI dengan menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan memerah
ASI. Tempat sarana umum yang dimaksud adalah fasilitas pelayanan kesehatan,
hotel, tempat rekreasi, terminal, stasiun, bandara udara, pelabuhan, tempat
perbelanjaan, gedung olahraga dan termasuk juga lokasi pengungsian. Pengaturan
tentang ruang laktasi tersebut juga dicantumkan dalam peraturan Gubernur Aceh
no. 49 tahun 2016 yang disahkan tahun lalu, Agustus 2016.
Jadi wacana tentang penyediaan ruang laktasi bukanlah
hal yang baru. Akan tetapi pelaksanaannya yang masih belum memadai, khususnya
di Aceh. Menurut pengamatan penulis, ada beberapa kantor yang sudah menyediakan
ruang laktasi akan tetapi letak ruangan yang tidak sesuai standar juga
fasilitas yang terdapat di dalamnya sama sekali tidak memenuhi syarat malah
terkesan seperti ‘gudang kebersihan” yang berarti dijadikan ruang penyimpanan
sapu, kain pel dan sebagainya. Juga terdapat ruang laktasi di instansi publik
pelayan masyarakat akan tetapi ruangannya dalam keadaan selalu terkunci. Dan
sebagian besar kantor malah tidak memilikinya sama sekali. Apalah lagi di
berbagai tempat umum seperti terminal, pusat perbelanjaan, tempat wisata,
hotel, gedung kegiatan. Sangat berharap semoga ke depan Pemerintah Aceh bisa
memfokuskan membenahi permasalahan ini.
Nah, dengan mulai banyaknya ketertarikan terhadap ASI
dan menyusui ini, ternyata masih banyak masalah di Indonesia. Negara kita menduduki
peringkat ke-5 negara dengan
angka stunting tertinggi di
dunia. Stunting berdampak buruk
terhadap pertumbuhan dan perkembangan jangka pendek & panjang.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) bahwa angka
stunting pada anak balita yaitu 30,8% dan pada baduta 29,9%, menunjukkan
penurunan dibandingkan Riskesdas 2013 dengan angka stunting 37,2%. Di Aceh,
angka stunting balita yaitu 37,3% dan pada baduta 37,9%. Akan tetapi meskipun
tren stunting mengalami penurunan, hal ini masih berada di bawah rekomendasi WHO.
Persentase stunting di Indonesia secara keseluruhan masih tergolong tinggi dan
harus mendapat perhatian khusus..
Stunting merupakan suatu kondisi dimana tinggi badan
seseorang ternyata lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang lain pada
umumnya (yang seusia). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Terjadi
mulai dari dalam kandungan dan nantinya akan tampak saat usia anak dua tahun. Stunting
dimulai dari weight faltering
(perlambatan pertumbuhan) yang paling banyak terjadi di usia 3 bulan sampai 24
bulan.
Sangat diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan
intervensi dalam 1000 hari pertama kehidupan (270 hari dalam kandungan sampai
usia 2 tahun (730 hari)) yaitu dengan mencegah kelahiran BBLR (berat badan
lahir rendah) dan pemberian Air Susu Ibu (ASI) juga Makanan Pendamping ASI (MP
ASI) yang tepat. Peran keluarga sangat penting untuk memberi dukungan kepada
seorang ibu untuk sukses menyusui. Peran yang utama dari orang terdekat,
terutama yang sangat diharapkan adalah dari seorang suami atau ayah si bayi.
Apa yang bisa dilakukan oleh seorang suami atau ayah
milennial? Nah seorang suami bisa membantu istri sehingga bisa berhasil
menyusui. Dari fakta hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat 90% tingkat
keberhasilan menyusui bila didukung oleh suami, sedangkan bila tanpa dukungan
suami maka tingkat keberhasilan menyusui hanya 26% saja. Hal yang dapat
dilakukan yaitu bisa berupa membiarkan si istri istirahat. Proses menyusui
lumayan menyita tenaga dan waktu si ibu. Tidak jarang untuk keperluan
pribadinya saja seperti mandi, makan tidak sempat dilakukan ataupun dalam
keadaan terburu buru. Nah bila ada kesempatan misalnya saat si bayi tertidur,
maka biarkan si istri beristirahat juga. Bantu juga dengan memberi pijatan
ringan di badan ataupun melakukan pijat oksitosin yaitu melakukan pijatan di
bagian punggung si ibu dengan jempol tangan mulai dari bagian bawah leher sampai
pinggang. Hanya diperlukan waktu 3-5 menit melakukannya tapi efek yang terjadi
sangat dahsyat. ASI ibu menjadi lancar dan hubungan cinta semakin kuat
transferannya melalui pijatan tersebut.
Seorang suami juga diharapkan bisa ikut bangun saat si
istri menyusui terutama pada malam hari seperti membantu mengambilkan minum atau
membantu mengganti popok bayi. Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan mengurus
rumah baik itu membersihkan rumah, mencuci baju dan piring. Dan yang utama para
suami haruslah menjadi supporter nomor satu. Karena anaknya anak berdua maka
mengurusnya juga menjadi tanggung jawab berdua. Sanggupkah engkau para Ayah???
Harus sanggup dong!!!
0 comments