RUANG LAKTASI PUBLIK, MUNGKINKAH TERWUJUD?
November 03, 2022Oleh: dr. Aslinar, Sp.A, M.Biomed
Beberapa
waktu yang lalu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Aceh mengadakan
Diskusi Publik tentang Advokasi dan Sosialisasi Penyediaan Fasilitas Publik
Responsif Gender dan Ramah Anak dalam Bentuk Ruang Laktasi dan Tempat Penitipan
Anak (TPA) di Tempat Kerja. Patut diacungi jempol atas inisiatif Dinas tersebut mengadakan kegiatan ini,
memulai kembali membahas bersama hal yang sangat perlu saat ini.
Wacana
tentang penyediaan ruang laktasi bukanlah hal yang baru. Hal tersebut sudah diatur
sejak tahun 2009. Akan tetapi pelaksanaannya yang sama sekali belum memadai,
khususnya di Aceh. Menurut pengamatan penulis, ada beberapa kantor yang sudah
menyediakan ruang laktasi akan tetapi letak ruangan yang tidak sesuai standar
juga fasilitas yang terdapat di dalamnya sama sekali tidak memenuhi syarat
malah terkesan seperti ‘gudang kebersihan” yang berarti dijadikan ruang
penyimpanan sapu, kain pel dan sebagainya. Juga terdapat ruang laktasi di
instansi publik pelayan masyarakat akan tetapi ruangannya dalam keadaan selalu
terkunci. Dan sebagian besar kantor malah tidak memilikinya sama sekali. Apalah
lagi di berbagai tempat umum seperti terminal, pusat perbelanjaan, tempat
wisata, hotel, gedung kegiatan. Miris!
Mengapa
Perlu Ruang Laktasi?
Menyusui
adalah kodrat alamiah seorang ibu yang baru melahirkan dan ini juga merupakan
perintah Allah yang terdapat dalam Al Quran Surat Al Baqarah Ayat 233,” Dan
hendaklah para ibu menyusukan bayinya hingga dua tahun...”. ASI (Air Susu Ibu)
merupakan minuman yang tidak tergantikan bagi bayi. Tidak ada satupun susu
formula yang bisa menyamai isi kandungan ASI. Allah sudah menciptakan ASI untuk
mencukupi kebutuhan bayi selama 2 tahun. Pada enam bulan pertama perlu
diberikan ASI secara eksklusif yang berarti si bayi hanya diberikan ASI saja
tanpa ada makanan dan minuman lain termasuk susu formula, madu, air tajin juga
air putih. ASI mampu mencukupi 100%
kebutuhan bayi sampai usia 6 (enam) bulan. Jadi tidak diperlukan adanya
penambahan makanan/minuman lain termasuk tidak diperlukan tambahan susu
formula. Pemberian susu formula pada bayi baru lahir hanya atas beberapa alasan
yaitu atas indikasi medis, ibu tidak ada dan ibu terpisah dari bayi (PP no. 33
tahun 2012 pasal 7).Bagaimana halnya bila para Ibu Menyusui ingin bekerja atau
bepergian keluar rumah sedangkan kebutuhan ASI harus terpenuhi?
Dalam
Undang Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 3 disebutkan
bahwa penyediaan fasilitas khusus menyusui diadakan di tempat kerja dan tempat
sarana umum. Selanjutnya
Peraturan Pemerintah no. 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, pada
pasal 30, 31, 32 disebutkan tentang tempat kerja dan sarana umum harus
mendukung program pemberian ASI dengan menyediakan fasilitas khusus untuk
menyusui dan memerah ASI. Tempat sarana umum yang dimaksud adalah fasilitas
pelayanan kesehatan, hotel, tempat rekreasi, terminal, stasiun, bandara udara,
pelabuhan, tempat perbelanjaan, gedung olahraga dan termasuk juga lokasi
pengungsian. Pengaturan tentang ruang laktasi tersebut juga dicantumkan dalam
peraturan Gubernur Aceh no. 49 tahun 2016 yang disahkan tahun lalu, Agustus
2016.
Dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 15 tahun 2013 tentang Penyediaan fasilitas khusus
menyusui dan/atau memerah ASI pasal 10, 11 bahwa persyaratan berupa: tersedianya
ruangan khusus dengan ukuran minimal 3×4 m, ada pintu yang dapat dikunci, mudah
dibuka/ditutup; lantai keramik/semen/karpet; memiliki ventilasi dan sirkulasi
udara yang cukup; bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi; lingkungan
cukup tenang jauh dari kebisingan; penerangan dalam ruangan cukup dan tidak
menyilaukan; kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60%; dan tersedia
wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci peralatan.
Peralatan Ruang ASI
sekurang-kurangnya terdiri dari peralatan menyimpan ASI dan peralatan pendukung
lainnya sesuai standar. Peralatan menyimpan ASI yaitu: lemari pendingin untuk
menyimpan ASI; gel pendingin (ice pack); tas untuk membawa ASI perahan (cooler
bag); dan sterilizer botol ASI. Peralatan pendukung lainnya meliputi: meja
tulis, kursi dengan sandaran untuk ibu memerah ASI, konseling menyusui kit
yang terdiri dari model payudara, boneka, cangkir minum ASI, spuit, media KIE
tentang ASI yang terdiri dari poster, foto, leaflet, lemari penyimpan alat,
dispenser dingin dan panas, alat cuci botol, tempat sampah dan penutup, penyejuk
ruangan (AC/Kipas angin), nursing apron/kain pembatas/ pakai krey untuk memerah
ASI, waslap untuk kompres payudara, tisu/lap tangan dan bantal untuk menopang
saat menyusui.
Untuk wanita pekerja menyusui tentu
kehadiran ruang laktasi di tempatnya bekerja sangatlah diharapkan dan
bermanfaat sekali. Kita tahu bahwa saat ini masa cuti melahirkan hanya
diberikan selama dua atau tiga bulan saja sedangkan si bayi masih harus
mendapatkan ASI Eksklusif (yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa pemberian
makanan/minuman lain) selama enam bulan dan kemudian diteruskan sampai usia 2
tahun. Wanita pekerja tetap harus memastikan bayinya memperoleh kecukupan ASI.
Sejak dari hari pertama melahirkan para Ibu sudah bisa mulai menabung ASIP (ASI
Perah) sehingga nantinya pada saat bekerja sudah tersedia stok ASIP. Ibu
bekerja tidak menghalangi atau mengurangi hak anak untuk mendapatkan ASI penuh.
Agar
ibu yang bekerja juga dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya perlu
pengetahuan dan cara pemberian ASI yang benar. Para ibu yang
menyusui dan bekerja bisa tetap memberikan zat terbaik itu kepada anaknya. Bila
memungkinkan bisa membawa bayi ke tempat kerja namun hal ini akan sulit
dilaksanakan apabila di tempat bekerja atau di sekitar tempat bekerja tidak
tersedia sarana penitipan bayi atau ruang laktasi. Bila tempat kerja di dekat
rumah, Ibu mungkin bisa pulang untuk menyusui bayi selama jam istirahat. Bila
tempat kerja jauh para ibu bisa memerah ASI setiap dua atau tiga jam di tempat
kerjanya. Dan tentu saja tempat kerja harus menyediakan sarana dan fasilitas
yang layak untuk mewujudkan hal tersebut.
Peraturan
lain yang juga sangat mendukung tentang penyediaan ruang laktasi adalah SKB
48/Men.PP,27/Menakertrans, 1177/Menkes 2008 disebutkan bahwa memberikan kesempatan
kepada pekerja wanita untuk memberikan atau memerah ASI selama waktu kerja,
menyimpan ASI perah untuk diberikan kepada anaknya. Sebelumnya dalam Konvensi
ILO- Maternity protection convention n0. 183/2000 dinyatakan bahwa wanita
berhak untuk mendapatkan waktu istirahat (lebih dari sekali sehari), ataupun
memperoleh pengurangan jam kerja (yang tetap digaji) untuk menyusui anaknya
atau memerah/memompa ASI.
Nah
bagaimana semua peraturan tersebut bisa dilaksanakan kalau di tempat bekerja
tidak disediakan ruang laktasi. Jangan sampai para Ibu harus memanfaatkan
toilet atau kamar mandi untuk memompa/memerah ASI. Sungguh kasihan sekali
dengan realita yang terjadi selama ini. Bahkan ada Ibu yang harus mencuri waktu
memerah ASI, memerah ASI di sudut ruangan, musholla kantor dan tentu saja
dengan perasaan tidak nyaman serta was was. Padahal untuk bisa menghasilkan
ASIP yang deras maka si Ibu harus berada di ruangan yang nyaman, perasaan yang
tenang bahkan sembari membayangkan wajah manis si bayinya.
Jadi
seharusnya bekerja atau berada di luar rumah ataupun bepergian bukan merupakan
suatu alasan atau kendala bagi bara Ibu dalam menyusui bayinya asalkan tersedia
fasilitas ruang laktasi publik yang memadai. Nah, sekarang berpulang kembali
kepada Pengambil kebijakan di Provinsi tercinta ini. Mau atau sanggupkah
Pemerintah kita yang sekarang merealisasikannya? Kita tunggu saja .....
0 comments